Mengenal Pesantren Al-Fatah Temboro, Magetan

Thobib Al-Asyhar

Penasaran. Itu kata pertama yang terucap saat saya mendengar Pesantren Al-Fatah, Temboro, Magetan. Hampir setiap hari saya me-marap surat rekomendasi izin tinggal sementara bagi santri asing yang mukim di pesantren ini. Ya, itu memang salah satu kerjaan saya di kantor. Lalu?

Saya panasaran beberapa hal, kenapa begitu banyak santri asing di sana? Apa yang membuat mereka tertarik belajar di  pesantren ini? Apa kekhasan pesantren ini hingga masyhur di luar negeri? Bagaimana pesantren ini dikelola? Sistem pendidikan apa yang digunakan?

Yes! Saya akan mulai cerita umum dulu. Pesantren Al-Fatah, Temboro, Magetan, Jawa Timur, dibangun sekira tahun 1960-an. Pendirinya bernama KH. Mahmud Cholid Umar. Pernah nyantri di Pesantren tradisional NU di Jawa Timur. Sepeninggalan beliau diganti oleh anaknya bernama KH. Uzairon Thoifur Abdillah, yang wafat tahun 2014. Saat ini pesantren dipimpin oleh dua adik Kyai Uzairon, yaitu KH Umar Fathullah dan KH. Ubaidillah Ahror. Artinya, pesantren ini diasuh oleh generasi kedua.

Jangan tanya berapa luas pesantren ini ya masbroh. Coba bayangin deh. Temboro itu kan desa, dan pesantrennya nyebar di beberapa lokasi di desa itu. Untuk menuju satu asrama ke asrama lain kudu naik kendaraan. Kalau jalan kaki, pastinya gempor lah ni kaki. Warga sekitar pun sudah menyatu dengan lingkungan pesantren, baik tradisi maupun identitas masyarakatnya. Warga pesantren dan masyarakat nyaris sulit dibedakan.

Di sana ada enam gedung besar yang ditinggali para santri, baik putra maupun putri. Itu belum termasuk gedung sekolah, bbrp masjid, koperasi, gudang koperasi, tempat-tempat usaha pondok, dapur umum, lapangan memanah, kandang kuda, kandang onta, peteenakan ayam, hanggar, dan lain-lain. Masjid utamanya, tahu gak luasnya brey? Luas masjid untuk berkumpul sholat Jumat seluas 2 hektar. Gimana brey, luas gak? Luasan mana sama lapangan sepak bola?

Terus berapa banyak santri di sana? Ente jangan kaget lho ya. Jumlah total santri ada lebih dari 22 ribu orang (pa/pi), dimana 19 ribu santri mukim di pondok. Bisa dibayangkan gimana besarnya pesantren Al-Fatah ini. Yang menarik, jumlah santri asingnya ada 925 orang. Mereka datang dari berbagai negara seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Kamboja, Vietnam, Selandia Baru, Afrika, Tunisia, dan lain-lain. Belum lagi para pendatang dari India, Pakistan, dan lain-lain.

So, saking banyaknya santri di sana, para ustadnya sulit mengenali satu persatu. Saat berkunjung, saya mendatangi seluruh asrama dan random bertanya asal daerah santri. Ada yang datang dari Maluku Utara, Sulawesi, Jambi, Kalteng, Palembang, Majalengka, Banten, dan buanyaaakk lagi. Juga ada dari kabupaten sekitar, seperti Ponorogo, Kediri, Mojokerto, dan lain-lain.

Berapa rata-rata usia mereka? Bervariasi lah pastinya. Mereka ada yang sekolah di MI, MTs, dan MA. Kemarin saya sempat ketemu dengan anak usia sekitar 12 tahun dari Jambi. Katanya baru 2 bulan masuk. Saya tanya, betah gak dek di pondok? Alhamdulillah, betah. Jangan tanya sesaknya hunian asrama. Brejel-brejel kayak ikan asin, hehe…

Terus apa yang menarik di pondok ini? Kok bisa sebesar itu? Bagaimana sistem pendidikannya? Penasaran yah? Sabaaarrr…

> Bersambung…

Facebook Comments Box
Exit mobile version