Biografi dan sejarah Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak

Sahabat wikisantri, kali ini kita akan berkenalan dengan salah satu pesantren tertua di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, yang santri-santrinya ikut serta dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak.

Sejarah Berdiri

Sebagai Pesantren salaf, Pondok pesantren Futuhiyah, Mranggen, menjadikan al-Qur’an dan kitab kuning sebagai kajian utama. Sumber pondok pesantren, Futuhiyah.id menyebut pondok pesantren ini didirikan pada tahun 1901, dimana menurut cerita menurut cerita orang tua dahulu, ketika terjadi hujan abu akibat letusan Gunung Kelud pada permulaan abad 20, Pondok Pesantren Futuhiyyah sudah berdiri. Jumlah santri waktu itu masih relatif sedikit, hanya berasal dari daerah Mranggen dan sekitarnya. Mereka datang ke Pesantren hanya pada malam hari untuk mengaji sedangkan paginya pulang untuk bekerja, oleh karena itu santri tersebut disebut “santri kalong”. Sementara sumber Direktori Pesantren menyebut pondok pesantren ini berdiri pada tahun 1905 yang didirikan oleh KH Abdurrahman bin Qasidil Haq.

Pendiri pondok pesantren Futuhiyah Mranggen Demak (foto: ponpes Futuhiyah)

Sebagai pesantren yang lahir dalam kancah perjuangan fisik, KH. Abdurrahman dalam mengawali pembangunan Futuhiyah dengan mendirikan langgar, melalui langgar ini mantan pengasuh pondok pesantren Penggaron Semarang mendidik para santrinya dengan intensif. Di langgar ini pula sebagian bangunannya juga digunakan sebagai pondok untuk para santri.

Baca juga : Sejarah dan Profil Pondok Pesantren Al-Hadi Demak

Pada awalnya Pondok Pesantren Futuhiyyah lebih masyhur dengan sebutan Pondok Suburan Mranggen. Hal ini disebabkan pada zaman dahulu pesantren umumnya didirikan tanpa diberi nama, kecuali disesuaikan dengan nama kampung atau desa di mana pesantren tersebut berdiri, seperti Pondok Pesantren Sarang, Lasem, Termas, Lirboyo, Ploso, Tebuireng dan tak terkecuali Pondok Pesantren Futuhiyyah yang terletak di Desa Suburan Mranggen.

Nama Futuhiyyah sendiri baru muncul sekitar tahun 1927 atas usulan dari KH. Muslih, putra kedua KH. Abdurrahman menjadi pengasuh pondok. Nama Futuhiyah itu sendiri sebenarnya nama salah satu pondok pesantren yang menjadi induk dari enam pondok pesantren lainnya di kampung Syukuran, Mranggen. Ketujuh pondok pesantren tersebut menempati lahan tanah seluas 7,5 Ha.

Pondok pesantren ini telah banyak mengalami pasang surut seirama dengan dinamika masyarakat sekitarnya.

Pada perang Kemerdekaan 1, pada santri yang berusia belasan tahun (santri kecil) diungsikan ke Desa Prampelan, Sayung, tempat asal dari Nyai Hj. Marfu’ah Siraj (istri KH. Muslih). Dirasa masih kurang aman para santri kecil tersebut dipindahkan dari Prampelan ke Desa Tanggung, Kedungjati, Grobogan. Sementara santri yang sudah dewasa ikut memanggul senjata untuk berjuang melawan penjajah, bersama dengan Laskar Sabilillah dan Hizbullah, bahkan Pondok Pesantren Futuhiyyah dijadikan markas besar basis perlawanan penjajah di daerah Semarang Tenggara.

Pada saat perang Kemerdekaan 2, para santri mengungsi ke Desa Rimbu, Rejosari, Karangawen hingga peperangan berakhir. Setelah perang Kemerdekaan 2 usai, para santri kembali ke Pondok Pesantren Futuhiyyah untuk melanjutkan kegiatan belajar-mengajar seperti biasa.

Ketika pecah perang kemerdekaan, proses belajar mengajar para santri pada 1945 sempat dipindahkan ke tempat lain. Saat itu pesantren dijadikan markas Hizbullah. Baru sesudah 1950, proses belajar-mengajar kembali menempati pondok, seperti sediakala.

Baca juga : Mengenal Pesantren Al-Fatah Temboro, Magetan

Ilmu agama yang dapat digali dari Pondok Pesantren Futuhiyyah bersumber dari ratusan kitab kuning yang lazim dibelajarkan di berbagai pesantren besar di seantaro negeri. Dengan kitab kuning yang dibacakan kyai secara tradisional, yakni menggunakan tarjamah bahasa lokal telah mendorong banyak kalangan menggolongkan Futuhiyyah sebagai pesantren “jenis salafiyah”.

Kajian kitab kuning di Pesantren Futuhiyah Mranggen Demak

Pondok pesantren ini hingga kini masih menerapkan pengajaran secara sorogan, bandongan, dan wetonan. Metode tersebut masih tetap mereka pertahankan, terutama untuk mengkaji berbagai kitab kuning yang hingga kini masih tetap menjadi kajian utama hampir seluruh pesantren.

Ciri lain dari Pondok Pesantren ini adalah letaknya dikelilingi oleh banyak pondok pesantren. Menurut sejarahnya, pondok pesantren yang mengitari Futuhiyyah dahulunya adalah pondokan-pondok atau asrama santri yang dikelola oleh para murid Mbah Muslih karena keterbatasan sarana di pesantren Futuhiyyah itu sendiri. Pondok-pondok itu hingga kini bertahan dengan nama pondok pesantren tersendiri, namun pusat pendidikan formal para santri tetap diselenggarakan oleh yayasan Futuhiyyah.   Misalnya pon-pes al Mubarok, al Amin, dan beberapa nama lain.

Pesantren Futuhiyah mengalami kemajuan, ketika kepemimpinan pondok dipegang KH. Muslih. Namun, pondok ini pernah suram, ketika Demak dan sekitarnya dilanda kekeringan (1962-1964). Jumlah santri mukim yang semula 600 orang, pada musim kering tinggal 200 orang.

Masyarakat Sekitar Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak

santriawati pondok pesantren Futuhiyah Mranggen

Pondok Pesantren Futuhiyyah terletak di Desa Suburan Barat, Mranggen, Kabupaten Demak. Sekitar 200 meter dari Jalan Raya Semarang-Purwodadi, KM 13,5. Menepati area seluas 1.850 Ha, berada di tengah-tengah perkampungan dengan batas-batas : Desa brumbung di sebelah Utara, Desa Suburan Timur di sebelah Timur, Desa Suburan Tengah di sebelah Selatan dan Desa Suburan Barat di sebelah Barat.

Baca juga : Profil Pondok Pesantren Al Anwar Rembang Jawa Tengah

Pondok Pesantren Futuhiyah hingga bentuknya seperti sekarang ini, tak bisa melepaskan diri dari desa Mranggen. Desa yang terletak di kabupaten Demak ini juga dikenal sebagai ibukota kecamatan. Tak heran jika desa ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan desa lainnya di kecamatan Mranggen. Sebagai ibukota kecamatan, Mranggen menjadi pusat pemerintahan, sosial, ekonomi, budaya, dan keagamaan. Untuk mencapai wilayah tersebut tidak terlalu sulit. Desa itu bisa dijangkau dari Semarang, ibukota Jawa Tengah. Sehingga mobilitas penduduknya sangat tinggi.

Ketika awal berdirinya Futuhiyah, Mranggen dikenal daerah “hitam” dan “rawan”. Namun kini, Mranggen telah berubah menjadi “desa santri”. Di desa ini terdapat 10 buah pondok pesantren besar dan kecil. Tujuh buah di antaranya, pondok Pesantren Futuhiyah yang berlokasi di dukuh Suburan.

Kepemimpinan Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak

Kekeluargaan menjadi ciri khas pengelolaan Pondok Pesantren Futuhiyah. Pengelolaan pondok ditangani oleh yayasan. Sedangkan kepemimpinan yang ada sekarang ini merupakan periode keenam.

Periode pertama, kepemimpinan KH. Abulrrahman, sebagai pendiri. Periode kedua, kepemimpinan KH. Utsman. Ia memegang kepemimpinan pondok, sejak ayahnya masih hidup. Alih kepemimpinan dilakukan, karena ayahnya mulai udzur. Kepemimpinan Utsman sempat diselingi tiga tahun oleh kepemimpinan adiknya, KH. Muslih-yang sedang menimba ilmu di pondok pesantren Lasem bersama KH. Murodi. Hal itu terjadi, karena Utsman sibuk di Nahdlatul Ulama, sebuah organisasi keagamaan milik warga Nadliyin. Setelah Utsman bisa meluangkan waktu untuk mengurusi pondok, KH. Muslih kembali melanjutkan pendidikannya di Pesantren Tremas, Jawa Timur. KH. Ustman setelah tidak lagi sibuk di organisasi akhirnya mendirikan sendiri sebuah pondok putri, terletak di Jalan Raya Mranggen, yang diberi nama “An Nuriyyah”.

Baca juga : Sejarah dan Profil Pondok Pesantren APIQ al-Badriyah Grobongan

Periode ketiga, KH. Muslih melanjutkan kepemimpinan pondok pesantren setelah KH. Utsman wafat 1967. K.H. Muslih mengasuh Pondok Pesantren Futuhiyyah hingga akhir hayatnya. Beliau wafat dalam perjalanan ibadah Haji pada hari Rabu, 12 Syawal 1401 H, bertepatan dengan tanggal 10 Agustus 1981, di Jeddah, Saudi Arabia. Beliau dimakamkan di Komplek Pemakaman Ma’la di Makkah al-Mukarramah, bersebelahan dengan makam Sayyidah Asma’ binti Abu Bakr as-Shiddiq ra.

Periode keempat, setelah KH. Muslih wafat, kepemimpinan Pondok Pesantren Futuhiyyah dipegang oleh putra pertamanya, KH. M.S. Luthfil Hakim dengan didampingi oleh pamannya, KH. Ahmad Muthohar (putra ke empat KH. Abdurrahman)  dan dibantu oleh keluarga besar Bani Abdurrahman. Semua kegiatan keilmuan dan kemasyarakatan yang semula dijalankan dan dimonitor sendiri oleh KH. Muslih, kini dilaksanakan secara kolektif, bersama-sama oleh keluarga besar Bani Abdurrahman yang sebagian besar menjadi pengurus Yayasan Pondok Pesantren Futuhiyyah.

Pada periode ini, setelah terbentuknya Yayasan Pondok Pesantren Futuhiyyah, perkembangan Pondok Pesantren dari hari ke hari semakin pesat, baik dari segi fisik/sarana pendidikan, maupun dari jumlah santri/peserta didik. Bangunan Masjid yang semula berlantai satu kemudian ditingkat menjadi dua lantai dan dipermanenkan. Bangunan kamar ditambah menjadi 2 komplek secara permanen, juga ditambah aula dan ruang tamu.

Untuk pembangunan lembaga sendiri meliputi : tahun 1983 : Madrasah Tsanawiyah 2, tahun 1983 : Madrasah Aliyah 2, tahun 1983 : Sekolah Menengah Atas (SMA), tahun 1990: Fakultas Syari’ah IIWS, tahun 1996 : TPQ, tahun 1998 : Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

K.H. Luthfil Hakim sebagai pengasuh utama meneruskan pengajaran di Pondok Pesantren Futuhiyyah yang sudah dijalankan oleh ayahnya, KH. Muslih, dengan dibantu oleh pamannya, KH. Ahmad Muthohar. KH. Luthfil Hakim mengajarkan kitab kuning secara rutin ba’da Maghrib di Aula Ndalem Kyai Muslih. Kitab yang beliau ampu antara lain : Syarah Ibnu Aqil, Tafsir Jalalain dan Riyadus Shalihin. Setelah Isya’ pengajian santri diteruskan dengan Madrasah Diniyyah sesuai kurikulum kelas masing-masing.

Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak melaksanakan Ta’aruf Pengasuh dengan santri baru angkatan th. 2022

Sedangkan KH. Ahmad Muthohar, mengajar kitab sehabis Ashar, kitab yang beliau ampu yaitu : al-Hikam, Sahih Bukhori, dan I’anah at-Thalibin. Untuk pengajian ba’da Subuh, santri diperbolehkan untuk mengaji Al-Qur’an ke rumah KH. Mubibbin Muhsin (Pengasuh Pondok Pesantren Al-Badriyyah). Secara fungsional, KH. Luthfil Hakim bertugas mengontrol dan mengarahkan kegiatan santri di Pondok Pesantren, sedangkan untuk menjadi imam jamaah shalat rawatib beliu serahkan kepada KH. Ahmad Muthohar.

Baca juga : Sejarah dan Profil Pondok Pesantren Ma’had Al-Ulum As-Syar’iyah Rembang

Selain meneruskan Pesantren dari ayahnya, KH. Luthfil Hakim juga meneruskan perjuangan KH. Muslih dalam membesarkan Thariqah Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah. Bahkan di era KH. Luthfil Hakim, jama’ah Thariqah tidak hanya berasal dari Jawa Tengah saja, tapi hampir ke seluruh plosok tanah Jawa sampai ke Pulau Sumatra. Bahkan beliau juga menyebarkan Thariqah hingga ke Negri Jiran (Malaysia)

K.H. M.S. luthfil Hakim meninggal pada hari Senin, 29 November 2004/16 Syawal 1425 H, setelah sakit hampir selama 2 tahun. Selang 7 bulan kemudian, tepatnya tanggal 22 Juni 2005/15 Jumadal Ula 1426 H, disusul KH. Ahmad Muthohar meninggal dunia. Beliau berdua dimakamkan di Komplek Pemakaman Bani Abdurrahman, bersebelahan dengan makam para pendahulu Pesantren Futuhiyyah; KH. Abdurrahman, KH. Usman dan KH. Murodi. Afadhallahu a’laina min Barokatihim wa Asrorihim wa Ulumihim fi ad-Dunya wal Akhirah Aamiin.

Periode kelima, sepeninggal KH. Luthfil Hakim, estafet kepemimpinan Pondok Pesantren Futuhiyyah diteruskan oleh adik beliau, KH. Muhammad Hanif (putra kedua KH. Muslih). Di bawah kepemimpinan KH. M. Hanif, Pondok Pesantren Futuhiyyah semakin berkembang. Dari segi fisik bangunan, Yayasan Pondok Pesantren Futuhiyyah terbentang hampir mengelilingi wilayah Desa Suburan. Pengelolaan administrasi yang baik juga mendorong percepatan pembangunan dengan masif. Bahkan beliau bertekad mengembangkan Pondok Pesantren Futuhiyyah hingga memiliki perguruan tinggi sendiri (Ma’had Aly).

Dari segi pengajaran tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya, beliau, KH. Muhammad Hanif mengajar kitab secara bandongan kepada seluruh santri sehabis jamaah shalat Subuh. Kitab yang beliau ajarkan adalah Tafsir Jalalain dan Bulugh al-Marom. Setelah itu santri melanjutkan kegiatan dengan sekolah formal sesuai jenjangnya masing-masing sampai siang hari. Selepas itu santri bebas bermain asalkan masih berada di dalam lingkungan Pondok Pesantren Futuhiyyah. Kegiatan dimulai kembali setelah jamaah shalat Ashar, yaitu pengajian kitab oleh para Gawagiz dan asatidz Pondok. Kitab yang dikaji ialah : Arbain Nawawi, Ta’lim Muta’allim, Jala’u al-Afham Syarah Aqidatul Awwam, Tibbun Nabawi dan Bulugh al-Marom. Dilanjut pengajian Al-Qur’an ba’da Maghrib dan Madrasah Diniyyah sehabis Isya’.

Pondok Pesantren Futuhiyyah, Mranggen, Demak menyelenggarakan acara Haul Simbah KH. Abdurrahman bin Qasidil Haq

Selain mengasuh Pondok Pesantren Futuhiyyah, KH. M. Hanif juga meneruskan perjuangan ayah dan kakaknya dalam menyebarkan Thariqah Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah. Setiap setahun sekali pasti diadakan Tawajuhan Akbar di Pondok Pesantren Futuhiyyah, guna mengumpulkan para murid yang berasal dari berbagai daerah untuk bermuwajjahh dan dzikir bersama.

Baca juga : Sejarah dan Profil Pondok Pesantren Maslakul Huda Kajen Pati

Muhammad Hanif wafat pada Kamis, 10 Desember 2020. Setelah kepemimpinan beliau, periode keenam kepemimpinan Pondok Pesantren Futuhiyyah diteruskan oleh putra pertama dari KH. M.S. Luthfil Hakim, yaitu KH. A. Said Lafif Hakim hingga sekarang. Hal ini sesuai dengan pesan yang tertulis dalam buku wasiat KH. Muslih Abdurrahman. Dalam buku tersebut, KH. Muhammad Hanif berwasiat bahwa nadzir pertama Pondok Pesantren Futuhiyyah selepasnya ialah putra pertama KH. M.S. Luthfil Hakim, yaitu KH. Ahmad Said Lafif Hakim. Dan sebagai nadzir kedua adalah putra pertama KH. Muhammad Hanif, yaitu KH. Ahmad Faizurrahman. Selain aktif mengurus Pondok Pesantren dan Yayasan Futuhiyyah Mranggen Demak, KH. Ahmad Said Lafif juga aktif di Organisasi Jam’iyyah Ahli Thariqah Mu’tabarah an-Nahdliyyah (JATMAN), seperti tradisi yang telah dilakukan oleh ayahnya (KH. M.S. Luthfil Hakim) dan kakeknya (KH. Muslih Abdurrahman).

Pendidikan Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak

Pondok Pesantren Futuhiyah Mraggen Demak mengelola dua pendidikan yaitu pendidikan formal dan Pendidikan informal.

Pendidikan formal dimulai dari Pendidikan paling dasar PAUD, TK, MI, Mts, SMP, MA, SMA, SMK dan jenjang yang paling tinggi adalah Ma’had Aly.

Baca juga : Sejarah dan Profil Pondok Pesantren Salafiyah Futuhiyah Grobogan

Kurikulum yang digunakan di pendidikan formal tersebut, mengacu pada kurikulum Departemen Agama untuk MI, MTs dan MA. Sedangkan untuk SLTP dan SMU menggunakan kurikulum Departemen Pendidikan Nasional. Khusus untuk MA, di samping menggunakan kurikulum Departemen Agama, juga menggunakan kurikulum pondok, kurikulum khusus ini terutama sekali untuk pendalaman kitab kuning. Meski demikian Kurikulum Departemen Agama porsinya lebih banyak.

Sedangkan Pendidikan informal atau Pendidikan pesantren (pondok) di antaranya seperti kajian kitab kuning, pengajian al-Qur’an, dan madrasah diniyah salafiyah futuhiyah.

Sebagai pondok pesantren yang bercorak kombinasi antara salaf dan khalaf, Futuhiyah tetap memper-tahankan ciri khas pendidikan pesantren salaf. Ciri khas itu antara lain, pengajian kitab-kitab kuning dengan metode pengajaran sorogan, bandongan dan wetonan. Cuma keikutsertaan para santri dalam pendidikan tersebut bersifat suka rela.

Ciri khas Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak

Kajian kitab kuning di Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak

Pondok Pesantren Futuhiyah Mraggen Demak memiliki ciri khas antara lain, pengajian kitab-kitab kuning dengan metode pengajaran sorogan, bandongan dan wetonan. Cuma keikutsertaan para santri dalam pendidikan tersebut bersifat suka rela.

Baca juga : Sejarah dan Profil Pondok Pesantren Modern Assalam Surakarta

Sumber Direktori Pesantren menyebutkan dari ribuan Santri Pondok Pesantren Futuhiyah, hanya 20% yang mengikuti metoda sorogan dan bandongan. Itu pun semuanya laki-laki. Santri yang mengikuti pengajian sorogan sebanyak 825 orang, ini sedangkan bandongan/wetonan sebanyak 815 orang.

Kitab yang digunakan dalam pengajian tersebut, terdiri dari kitab pegangan wajib dan anjuran untuk menambah wawasan. Adapun materi yang diberikan:

  1. Ulumul Qur’an, kitab pegangan wajib Al Qur’anul Karim dan kitab anjuran AlItqan
  2. Tafsir, kitab pegangan wajib Al Munir, dan kitab anjuran Ibn Katsir
  3. Hadits Bulughul Maram dan Mukhtar al Bukhary
  4. Ulumul Hadits: Tafsir/Mustolah Hadits dan kitab anjuran Ulumul Hadits wal Musthalahuh
  5. Fiqih Kifayah Akhyar dan anjuran Fathul Wahab.
  6. Ushul Fiqih: Al Bayan Fil Qur’an
  7. Akidah: Jawahir Kalamiyah.
  8. Akhlak: Ihya’ Ulumuddin.
  9. Nahwu : Az Zurumiyiah, Milhatul I’rob, dan Alfiyah Ibn Malik
  10. Sharaf: Amtsilah Tashrifiyah.

Kegiatan ekstra kurikuler Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak

Kegiatan ekstra kurikuler/keterampilan diselenggarakan di Pondok Pesantren Futuhiyah baru sekitar 1972, ketika Departemen Agama memperkenalkan pendidikan keterampilan di lingkungan pondok pesantren. Kegiatan keterampilan yang diselenggarakan di pondok ini meliputi, menjahit, mengetik, mengelas, peternakan, UPGK, komputer, pertukangan. bahasa Inggris, kepemimpinan dan jurnalistik.

Baca juga : Profil Pondok Pesantren Pabelan

Latihan jurnalistik ini sempat melahirkan sebuah majalah MISAN sebagai bagian dari program pengembangan Unit Dokumentasi dan Pelayanan Informasi (UDPI).

Santri dan Kiai Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak

Ulama kharismatik al-Azhar, Syekh Abdul Aziz bin Ahmad al-Syahawi berkunjung ke Pondok Pesantren Futuhiyyah, Mranggen, Demak

Data Direkturi Pesantren tahun 2007 menyebut jumlah santri yang belajar di Pondok Pesantren Futuhiyah berjumlah 3.871 orang. Terdiri 2.323 santri laki-laki (60%) dan 1.548 santri perempuan (40%). Mereka menempuh berbagai jenis dan jenjang pendidikan yang ada di Pesantren Futuhiyah.

Baca juga : Sejarah dan Profil Pondok Pesantren API Tegalrejo

Sumber yang sama menyebutkan jumlah santri sebanyak itu diasuh dan dibimbing oleh 279 orang ustadz/guru dengan latar belakang pendidikan yang beragam. Sebagian guru merangkap mengajar di dua sekolah yang berbeda jenis pendidikannya dengan jenjang yang sama. Seperti guru MTs merangkap mengajar di SLTP, Begitu juga guru MA merangkap mengajar di SLTA. Dari jumlah guru sebesar itu, 20 orang lulusan SLTA, 5 orang PGA, 10 orang D3, 239 orang S1, dan 5 orang S2.

Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak

Komplek Pondok Pesantren Futuhiy-yah memiliki berbagai sarana dan prasarana, baik untuk kegiatan belajar-mengajar maupun kegiatan administrasi. Adapun sarana dan prasarana yang ada: 105 ruang belajar, 20 ruang kantor, 10 ruang pimpinan/kiai, 10 ruang perpustakaan, dua masjid, 14 asrama putra dan empat asrama putri. Semua fasilitas tersebut menempati tanah seluas 4 ha, di atas tanah seluas 5 ha.

Program Pengembangan Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak

Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi komitmen Pondok Pesantren Futuhiyah. Untuk itu, pesantren ini dalam mengembangkan programnya selalu mendorong para santri agar siap menjadi anggota masyarakat yang adaptatif terhadap berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat. Untuk itu, pesantren terus mengupayakan agar para santri bisa memperoleh kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi dalam berbagai bidang. Bagi mereka yang berhasrat menjadi pemimpin agama, pihak pondok pesantren akan memberikan rekomendasi kepada santri untuk melanjutkan belajar di pondok pesantren yang bermutu. Di samping itu, Futuhiyah juga akan membuka program pendidikan tinggi ma’had aly dengan lam pendidikan 3-4 tahun.

Baca juga : Profil Pondok Pesantren Islam Al-Iman Muntilan

Selain mendapatkan ijazah formal para santri yang menyelesaikan dan menguasai ketrampilan hingga tingkat kemampu tertentu mendapat piagam/sertifikat. semua dilakukan agar para santri mem nyai kompetensi yang unggul.

Kiprah Alumni Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak

Pondok Pesantren Futuhiyyah sudah melahirkan para santri yang berprofesi di berbagai bidang keahlian sembari tetap memegang teguh ilmu agama yang menjadi bekal utama titipan para kyai. Tak sedikit sederet nama tokoh nasional saat ini berasal dari bangku sederhana kitab kuning di pesantren ini. Sebut saja Agus Maftuh Abugabril yang mantan duta besar Indonesia untuk Saudi Arabia. Juga Novelis Habiburrahman El Syirozi penulis film ayat-ayat cinta, serta sejumlah nama besar lain yang berkiprah di berbagai bidang. Misalnya Al marhum Qodri Azizi mantan Dirjen Pendidikan Islam Kemenag. KH Muhammd Nur Iskandar SQ. Bapak Menristek Dikti muhammad Nasir Menteri pun mengaku pernah mondok puasa Romadho-nan di Futuhiyyah.

Facebook Comments Box
Exit mobile version