Pondok Pesantren (Ponpes) salaf dengan nama Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo didirikan oleh KH Chudlori bin H. Ichsan di Desa Krajan, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, pada 1 Oktober 1944 M. Bagi masyarakat, nama Desa Tegalrejo lebih populer disebut sebagai nama Ponpes API Salaf Tegalrejo tersebut daripada nama resminya: Asrama Perguruan Islam (API).
Ketika Belanda melakukan Agresi Militer, pesantren yang didirikan Kiai Chudori tersebut juga pernah menjadi benteng perjuangan mempertahankan kemerdekaan oleh para gerilyawan. Bahkan, Kiai Chodlori mengizinkan santrinya untuk turut berjuang.
Karena perjuangan itu diketahui Belanda, pesantrennya pun kemudian dibakar habis. Bangunan-bangunan pesantren yang ada beserta kitab-kitab milik para pengasuh pada 1948 – 1949 dirusak dan dibakar oleh Belanda. Santri, keluarga, dan Kiai Chudlori sendiri terpaksa harus mengungsi dari satu desa ke desa lain. Akibatnya, selama satu tahun penuh setelah peristiwa itu, kegiatan Ponpes API Tegalrejo mengalami fathrah (vakum), tanpa kegiatan.
Baru pada 1950, oleh KH Chudlori bin Ichsan, menantu KH Dalhar, pimpinan ponpes Watucongol, Muntilan, Kabupaten Magelang, Ponpes Tegalrejo dibangun lagi.
Santripun semakin lama berkembang hingga pada tahun 1954 berkisar sekitar 400 santri. Setelah sekitar 33 tahun beliau mengampu para santri 28-Agustus-1977/13 Ramadhan 1937 pada hari Ahad beliau meninggal dunia. Pesantren pun di lanjutkan oleh putra beliau yang pertama yaitu KH Abdurrahman Ch. Di bawah pengasuh Kyai Dur pesantren mulai berkembang pesat hingga tercatat pada tahun 1986 berkisar 1.300 santri. Sedangkan untuk fasilitas pun banyak yang dibenahi dan membangun beberapa komplek pesantren dengan bertambahnya jumlah santri.
Pada awal tahun tepatnya 24 Januari 2011 Senin pahing KH Abdurrahman Ch pengasuh generasi ke 2 di panggil oleh Allah SWT. Secara keputusan keluarga akhirnya pesantren di asuh oleh adik beliau KH Mudrik Ch dan KH Chanif Ch hingga saat ini.
Tercatat pada saat Kyai Dur meninggal saat itu santri berkisar hampir 3 ribu Santri. Kini di bawah asuhan Kyai Mudrik dan Kyai Chanif santri hampir mencapai 7 ribu Santri. Dan Pondok API salaf inilah induk pusat kajian para santri salaf yang hanya mendalami kitab kitab kuno/kuning dengan ilmu nahwunya.
Ponpes ini telah banyak melahirkan alumni yang menjadi tokoh masyarakat. Abdurahman Wahid, mantan ketua Tanfidz PBNU dan mantan Presiden RI, tercatat sebagai salah seorang alumni Ponpes ini.
Masyarakat dan Potensi Wilayah
Kiai Chudori mendirikan pesantren API tersebut karena memang memiliki semangat jihad dalam membela agama Allah. Apalagi, kondisi masyarakat Tegalrejo pada saat itu masih banyak yang melakukan perbuatan-perbuatan syirik dan anti pati dengan tata nilai sosial yang Islami.
Respons Masyarakat Tegalrejo atas didirikannya Pondok Pesantren API pada waktu itu juga masih sangat memprihatinkan. Kehidupan masyarakat masih kental dengan aliran kejawen. Bahkan, tidak jarang mereka melakukan hal-hal negatif yang mengakibatkan berhentinya kegiatan belajar-mengajar.
Namun, sebagai seorang ulama yang telah digembleng jiwanya bertahun-tahun di berbagai pondok pesantren, Kiai Chudlori tetap tegar dalam menghadapi dan menangani segala hambatan dan tantangan yang datang.
Mayoritas penduduk wilayah Tegalrejo beragama Islam, meskipun tidak seluruhnya taat menjalankan ibadat. Mereka pada umumnya warga Nahdliyyin, dan simpatisan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pekerjaan sebagian besar penduduk sebagai petani, sebagian lainnya sebagai pegawai, pedagang, buruh dan lain-lain.
Di lingkungan Ponpes Tegalrejo terdapat beberapa buah pondok pesantren. Di antaranya Ponpes Muttalibin dengan pengasuhnya Kyai Muthalib, saudara KH Abdurrahman, Ponpes Tarbiyatun-Nisa’, dengan pengasuhnya KH Madrik Chudlori. Ada lagi Ponpes Asrama Perguruan Islam (API) Putri, dengan pengasuhnya Kyai Damanhuri (menantu Kyai Chudlori Ichsan). Tidak jauh dari Desa Krajan, di Desa Kuripan terdapat sebuah Ponpes dipimpin oleh KH. Ichsan.
Pengelolaan Pondok Pesantren
Pendiri sekaligus pengelola pertama Ponpes Tegalrejo adalah KH Chudiori, yang di lingkungan santri dikenal sebagai Muassis. Dari nama “Asrama Perguruan Islam” ini, sang Muassis mempunyai harapan nantinya para mutakhorijin (alumni) Ponpes ini benar-benar terdorong untuk menjadi guru ngaji. Kepemimpinan KH Chudlori berjalan sampai 1977, saat beliau meninggal dunia. Dan sejak itu, KH Abdurrahman dan KH Ahmad Muhammad, dua orang di antara putra-putranya, ditunjuk untuk melanjutkan kepemimpinan Pesantren. Di samping kedua orang kyai tersebut, di lingkungan Ponpes Tegalrejo ada dikenal istiah ahlil-bait, yaitu keluarga kyai.
Kepengurusan Ponpes dijabat oleh santri senior. Kyai dan keluarganya (ahlil-bait), dalam kepengurusan ini secara formal hanya duduk sebagai penasihat. Kepengurusan Ponpes Salaf ini terdiri atas dewan penasihat dengan lima orang kyai, ketua dengan dua orang anggota, sekretaris dengan empat orang anggota, dan bendahara dengan dua orang anggota. Di samping keempat unsur tersebut, dalam kepengurusan pondok ini dibentuk 19 seksi, dga kelompok penanggung jawab kegiatan, 10 regu pengurus kompiek serta lima kelompok petugas piket.
Kegiatan Pendidikan
- Pendidikan Sekolah
Program pendidikan yang diselenggarakan sejak dahulu menggunakan sistem klasikal. Bentuk pendidikan yang ada berupa madrasah yang terdiri dari 7 kelas. Kurikulum yang dipakai dari kelas 1 sampai kelas terakhir secara berjenjang mempelajari khusus ilmu agama, baik itu fikih, aqidah, akhlaq, tasawuf dan ilmu alat (nahwu dan sharaf) yang semuanya dengan kitab berbahasa Arab
Kitab-kitab yang diajarkan di bidang fikih antara lain Safinatun-Najah, Fathul Qarib, Minhajul Qowin, Fathul-Wahhab, al-Mahalli, Fathul Mu’in, dan Uqdatul-Farid. Di bidang ushul fiqih antara lain Faraidul-Bahiyah. Di bidang tauhid antara lain Aqidatul-Awam. Di bidang nahwu antara lain ash Shorof Tasrifiyat. Di bidang balaghah antara lain Jauharatul Maknun, Sullamul Munauraq. Di bidang akhlaq/tasawuf antara lain Ta’limul Muta’alim, Ihya Ulumiddin. Di bidang tafsir Al-Quran antara lain Tafsir Jalalain. Di bidang hadis antara lain Shahih Bukhari. Di bidang musthalah hadis antara lain al-Baiqunyah.
Kelas satu s/d tujuh di Ponpes API Tegalrejo, oleh masyarakat lebih dikenal dengan nama kitab yang dipelajari. Seperti di tingkat I dikenal jurumiyah jawan, Tingkat II dengan nama Jurumiyah, tingkat III dengan nama Fathul Qarib, tingkat IV dengan Alfyah, tingkat V dengan Fathul Wahab, tingkat Vi dengan alMahalli , tingkat VII dengan Fathul Mu’in dan dngkat Vill dengan Ihya Ulumuddin.
- Kegiatan ekstrakurikuler
Sejak tahun 1993, Ponpes API Tegalrejo setiap bulan Ramadlan mengirimkan santri seniornya ke daerah-daerah yang membutuhkan dai/muballigh. Daerah yang sering mengajukan permintaan antara lain daerah Gunungkidul, Bojonegoro, Sragen dan Banyumas. Di lingkungan Ponpes API ini juga diselenggarakan Bahtsul Masail, yakni pembahasan masalah-masalah aktual. Kegiatan lainnya adalah Jam’iyatul Quro, yaitu membaca al-Quran secara bersamasama. Selain itu juga “Khotbah Komplek”, yaitu latihan berkhotbah/pidato,
Kemudian pertemuan setiap hari Senin yang dihadiri para alumni Ponpes API. Per temuan ini dikenal sebagai acara Seninan.
Pertemuan mutakhorijin (alumni) Ponpes API diselenggarakan setiap 35 hari, yaitu pada hari Ahad Kliwon. Acara ini lebih dikenal sebagai acara Selapanan.
- Ciri Khas
PP Tegalrejo dikenal dengan sistem salafnya yang mempelajari ilmu fikih beserta ilmu-ilmu alatnya.
Santri, Kyai dan Ustadz/Guru
Pada 2001, penghuni Ponpes API Tegalrejo tercatat 3.002 santri. Seluruhnya merupakan santri mukim. Dari jumlah itu, 300-an santri berasal dari Kabupaten Magelang, lainnya 2.702 berasal dari luar wilayah kabupaten- kebupaten di Jawa, dan juga luar jawa.
Di lingkungan Ponpes API Tegalrejo ini terdapat sembilan orang kyai yang seluruhnya putra dan cucu dari Kyai Chudlori. Masing-masing kyai me-nangani bidang tenentu. KH Abdurrahman merupakan pengasuh tertinggi di bidang pengajaran. KH Ahmad Muhammad adalah pengasuh di bidang hubungan sosial kemasyarakatan. Sedang ustadz/guru yang mengajar berjumlah sekitar 200 orang Mereka alumni Ponpes API ini. Para ustadz/guru di pondok tidak memperoleh fasilitas khusus dari Ponpes, seperti gaji kamar khusus atau makan cuma-cuma. Mereka mengajar santn dengan mat mengabdikan ilmu dan tenaganya untuk agama.
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Ponpes API adalah sebagai berikut: satu mushala, 44 kamar dua lantai, dua ruang kantor, 14 kamar tamu, satu kolam wudlu, satu gedung pertemuan wali santri, kolam mandi, satu dapur, satu tempat pesucen, 32 WC besar, 24 urinair.
Untuk pengadaan makan sehari-har, para santri secara jam’iyyah membayar iuran perbulan sebesar harga beras/jagung + 10 kg atau kesepakatan pengurus kamar. Pembayaran syahriyah ini diberikan kepada seksi jam’iyyah kamar, selanjutnya seksi jam’iyyah membelanjakan serta memasak nasi (atau orang yang ditunjuk).
Adapun untuk sayur dan lauknya, para santri membeli sendiri di kantin-kantin yang tersedia di dalam Ponpes API Tegalrejo. Sedang untuk makan para ustadz dan pegawai , disediakan kantin oleh Ponpes, dengan cara membelinya.
Source: Direktori Pesantren | ROL | FB API Tegalrejo